BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di
seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan
masyarakat terutama di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis
menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih
dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk
wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea).
Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena
osteoporosis.
Penyakit
osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena
penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada
pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause,
sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia
diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan
perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi
24 juta pada tahun 2015.
Beberapa
fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan
ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
Prevalensi
osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%,
sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria
38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia
kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis
Internasional) Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia
terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis
Internasional) Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit
osteoporosis. (depkes, 2006).
Berdasar
data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan
merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara
Cina.
Peran
perawat adalah memberikan pengetahuan mengenai osteoporosis, program
pencegahan, pengobatan, cara mengurangi nyei dan mencegah terjadinya faktur.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Anatomi
Fisiologi tulang
Seperti yang telah kita ketahui pada
bagian apa yang terjadi secara normal ? tulang anda secara konstant mengalami
peremajaan jaringan tulang lama di rombak dan tulang baru di bentuk untuk
menggantikan nya. Kedua proses ini di kenal sebagai remodelling atau regenerasi
tulang, dan di sebabkan oleh aksi dua jenis sel yang berbeda dalam tulang.
1.
Osteoklast
Merombak tulang dengan menggunakan
asam dan enzim (suatu proses yang secara teknik dikenal sebagai resorpsi
tulang). Enzim merupakan protein mempercepat reaksi kimia.
2.
Osteoblast
Menghasilkan tulang baru untuk
menggantikan tulang lama yang di rombak oleh osteoklast (pembentukan tulang)
Saat anda mencapai usia 35 tahun,
kepadatan tulang anda mulai menurun karena kecepatan pembentukan tulang.
Selanjutnya, jelaslah bahwa saat anda bertambah tua maka kepadatan tulang
secara alamiah akan menurun di bawah tingkat kepadatan sebagai orang dewasa
muda yang sehat akan tetapi, bila perbedaan ini menjadi bertambah besar (yaitu
kepadatan tulang anda menurun lebih rendah lagi) maka anda disebut mengalami
osteopenia atau kepadatan tulang rendah. Bila perbedaan ini menjadi bertambah
besar maka anda mengalami osteoporosis
Tulang kortikal yang padat maupun
tulang trabekular berspons mengandung suatu matriks yang hampir seluruhnya di
susun oleh serabut kolagen. Kolagen merupakan serabut putih yang tidak dapat di
renggangkan yang memiliki kekuatan tegangan yang besar (dengan kata lain kuat
saat anda tarik). Akan tetapi agar tulang anda memiliki kompresi (tekanan)
sebaik mungkin (dengan kata lain, kuat saat anda dorong), matriks ini harus di
perkuat oleh sejumlah garam tulang. Ini merupakan sumber kalsium dan fosfat
keduanya merupakan komponen esensial dari garam tulang utama (dikenal sebagai
hidroksiapatit). Sebagian besar makanan mengandung jumlah fosfat yang cukup
sehingga lebih umum terjadi kekurangan kalsium atau vitamin D yang dapat
menurunkan kekuatan tulang daripada kekuatan fosfat. Vitamin D di perlukan
tubuh agar dapat menyerap kalsium dari makanan di dalam usus. Sebagaian besar
vitamin D di buat di kulit anda dengan adanya paparan sinar matahari tetapi
tetap membutuhkan suplemen vitamin D dari makanan
B.
Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo
dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra,
2009).
Menurut WHO pada International
Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah
penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai
perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang
pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko
terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH),
2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang
mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang.
Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu
densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007)
Osteoporosis yang biasa kita kenal
dengan pengeroposan tulang adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif,
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari
mineral-mineral seperti kalsium dan fosft, sehingga tulang menjadi keras dan
padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan
kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam
jumlah yang mencukupi (hormon paratoroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin,
estrogen pada wanita dan testosterone pada pria) Juga persediaan vitamin D yang
adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan
kedalam tulang.
Secara progresif, tulang
meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30
tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh
tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang
padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.(www.medicastore.com)
C.
Faktor
Resiko
1.
Faktor resiko yang tidak dapat
diubah
a.
Usia
Lebih sering terjadi pada lansia
b.
Jenis Kelamin
Wanita 3 kali lebih sering terjadi
dibandingkan pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh faktor hormonal dan
rangka tulang yang lebih kecil.
c.
Ras
Kulit putih mempunyai resiko paling
tinggi.
d.
Keturunan/Riwayat keluarga
Sejarah keluarga juga memengaruhi
penyakit ini. Pada keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis,anak-anak yang
dilahirkannya cenderung mempunyai penyakit yang sama.
e.
Bentuk tubuh
Adanya kerangka tubuh yang lemah dan
skoliosis vertebra menyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutama terjadi pada
wanita antara usia 50-60 tahun dengan densitas tulang yang rendah dan diatas
usia 70 tahun dengan BMI (body mass index) [berat
badan dibagi kuadrat tinggi badan] yang rendah
2.
Faktor resiko yang dapat diubah
a.
Merokok
b.
Defisiensi vitamin dan gizi (antara
lain protein), kandungan garam pada makanana, perokok berat, peminum alkohol
dan kopi yang berat. Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari darah ke tulang. Oleh karena itu, proses pembentukan
tulang oleh osteoblas menjadi melemah.
Dampak konsumsi alkohol pada
osteoporosis berhubungan dengan jumlah alhkohol yang dikonsumsi. Konsumsi
alkohol yang berlebihan akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap
kalsium dari darah ke tulang. Mengonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir per hari
menyebabkan tubuh selalu ingin berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan kalsium
banyak terbuang bersama air kencing karena berkurangnya daya serap kalsium itu
tadi. Kekurangan protein dan kalsium pada masa kanak-kanak dan remaja
menyebabkan tidak tercapainya massa tulang yang maksimal pada waktu dewasa.
c.
Gaya hidup
Aktivitas fisik yang kurang dan
imobilisasi dengan penurunan penyanga berat badan merupakan stimulus penting
bagi resorpsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari
puncak massa tulang.
d.
Gangguan Makan
e.
Menopause dini (Menopouse yang
terjadi pada usia 46 tahun) dan hormonal, yaitu kadar estrogen plasma yang
kurang. Disini kadar estrogen menurun.
Dengan menurunnya kadar estrogen,
resorpsi tulang menjadi lebih cepat sehingga akan terjadi penurunan masa tulang
yang banyak. Bila tidak segera diintervensi, akan cepat terjadi osteoporosis.
D.
Hormon
didalam Tulang
1.
Estrogen
Penyebab osteoporosis yang paling
penting adalah penurunan kadar strogen yang terjadi pada wanita saat menopouse.
Ovarium wanita mulai membuat estrogen saat pubertas, dan hormon ini membantu membatasi
jumlah reabsorpsi tulang hingga menopouse. Estrogen mengurangi aktivitas sel
osteoklas yang melakukan resorps tulang yang beberapa ahli percaya bahwa
estrogen bahkan dapat mematikan sel osteoklas. Oleh karena itu, penurunan kadar
estrogen yang terjadi saat menopouse akan meningkatkan kecepatan reapsopsi
tulang sehingga pengeroposan tulang terjadi lebih cepat.
2.
Testosteron
Seperti yang telah kita ketahui,
osteoporosis dapat dialami oleh pria seperti halnya wanita, dan kadar hormon
juga dapat berperan pada pria. Pria memiliki estrogen meskipun dalam jumlah
yang jauh lebih sedikit daripada wanita. Yang lebih penting pada pria adalah
peran hormon pria yaitu testosteron yang dibuat dalam testis. Bila jumlah
testosteron yang dihasilkan abnormal rendah, maka pria tersebut dianggap
mengalami, hipogonadisme. Hal ini merupakan salah satu penyebab utama
osteoporosis pada pria. Terdapat sejumlah alasan mengapa testosteron yang
dibuat terlalu sedikit.
a.
Testis tidak tumbuh dengan
semestinya, sehingga hormon yang dihasilkan sangat sedikit.
b.
Peradangan atau cidera testis dapat
mengganggu proses testosteron.
c.
Alkohol menurunkan kadar
testosteron, sehingga konsumsi alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan
resiko osteoporosis
d.
Pria usia pertengahan atau lanjut
usia menghasilkan lebih sedikit testosteron di bandingkan pria yang lebih muda
3.
Hormon paratiroid
Hormon paratiroid yang di hasilkan
oleh kelenjar paratiroid di leher, mengendalikan pergerakan kalsium dan fosfat
di antara tulang dan darah. Kalsium dan fosfat di butuhkan untuk kekuatan
kompresi (tekanan di dalam tulang) sehingga hormon paratiroid dapat
mempengaruhi kekuatan tulang dengan meningkatkan atau menurunkan kadar zat-zat
gizi di dalam tulang. Bila kadar vitamin D menurun maka hal ini memicu
peningkatan kadar hormon paratiroid. Hal ini memungkinkan kadar kalsium darah
di pertahankan walaupun terdapat pengeluaran kalsium dari tulang. Bila kadar
hormon paratiroid terlalu tinggi (di sebabkan oleh hiperparatiroidisme, di mana
kelenjar paratiroid terlalu aktif atau vitamin D yang ada sangat sedikit juga
menyebabkan peningkatan kadar hormon paratiroid) maka hal ini dapat menyebabkan
kerapuhan tulang.
4.
Kalsitonin
Kalsitonin yang diproduksi kelenjar
tiroid adalah hormone yang menonaktifkan sel yang merusak tulang sehingga
hilangnya massa tulang yang terhambat, kalsitonin mencegah hilangnya massa
tulang belakang namun kurang efektif di bagian tulang lain seperti tulang
pinggul. Penelitian menunjukkan bahwa kalsitonin mengurangi resiko patah
tulang, namun tidak semua ahli yakin.
Ketika kalsium dalam darah tinggi
kalsitonin menurunkan kalsium dan fosfat dalam darah dengan menghambat resorpsi
tulang dalam pemecahan penghancuran matrik ekstraseluler tulang.
Kalsitonin di produksi oleh sel C
kelenjat tiroid, juga memiliki pengaruh pada kadar kalsium plasma. Dalam jangka
pendek kalsitonin menunrunkan perpindahan kalsium dari cairan tulang ke dalam
plasma. Dalam jangka panjang kalsitonin menurunkan rearsorpsi tulang menurunkan
kadar fosfat serta menurunkan konsentrasi kalsium plasma.
5.
Kalsitriol
Vitamin D tidak aktif, sementara
kalsitiriol menurunkan bentuk vitamin D yang aktif. Kalsitriol terbukti mencegah hilangnya massa tubuh dan mengurangi
resiko patah tulang belakang.
Vitamin D dianggap sebagai
Pro-Hormon dalam pengertian yang sama seperti yodium merupakan pro-hormon untuk
tiroksin. Vitamin D merupakan pro-hormon steroid, bentuk aktifnya tampak
sebagai suatu hormon. Prohormon vitamin D melalui berbagai perubahan metabolic
di dalam tubuh akan diubah menjadi hormon kalsitriol.
Kalstriol meningkat konsentrasi
fosfat dan kalsium plasma dengan meningkatnya absorpsi kalsium dalam fosfat
dari saluran gastrointerstinal dan juga meningkatkan rearbsorpsi tulang dan meningkatkan
pengaruh hormon paratiroid di nevron untuk mendukung rearbsorpsi kalsium di
tubulus ginjal.
E.
Klasifikasi
1.
Osteoporosis primer, keadaan
umum/biasa terjadi dan bukan keadaan patologis (alami)
a.
Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada
wanita pascamenopause pada usia rata-rata 55-65 tahun.
b.
Tipe 2 terjadi pada orang lanjut
usia, baik pria maupun wanita. Terjadi pada usia > 65 th, terjadi pada
laki-laki dan perempuan tetapi 2 X lebih sering pada wanita.
2.
Osteoporosis sekunder, terjadi
karena penyakit dan obat-obatan.
Osteoporosis sekunder terutama
disebabkan oleh penyakit penyakit tulang erosif dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalnya
glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien.
3.
Osteoporosis idiopatik, idiopatik=
belum diketahui penyebabnya dan ditemukan pada:
a.
Usia kanak-kanak (juvenil)
b.
Usia remaja (adolesen)
c.
Wanita pra-menopouse
d.
Pria usia pertengahan
F.
Etiologi
Kadar hormon tiroid dan paratiroid
yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih
banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium
dari tulang.
Proses pembentukan dan penimbunan
sel-sel tulang sampai tercapai kepadatan maksimal berjalan paling efisien
sampai umur kita mencapai 30 tahun.
Semakin tua usia kita, semakin
sedikit jaringan tulang yang dibuat. Padahal, di usia tersebut, jaringan tulang
yang hilang semakin banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa sesudah usia
mencapai 40 tahun, kita semua akan kehilangan tulang sebesar setengah persen
setiap tahunnya. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium
menjadi negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause.
Faktor hormonal menjadi sebab
mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih besar untuk
menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon
estrogen. Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah
hilangnya kalsium tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas
osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.
Estrogen memperlambat atau bahkan
menghambat hilangnya massa tulang dengan meningkatkan penyerapan kalsium dari
saluran cerna. Dengan demikian, kadar kalsium darah yang normal dapat
dipertahankan.
Semakin tinggi kadar kalsium di
dalam darah, semakin kecil kemungkinan hilangnya kalsium dari tulang (untuk
menggantikan kalsium darah).
Penurunan kadar estrogen yang
terjadi pada masa pascamenopause membawa dampak pada percepatan hilangnya
jaringan tulang. Resiko osteoporosis lebih meningkat lagi pada mereka yang
mengalami menopause dini (pada usia kurang dari 45 tahun).
Pada pria, hormon testosteron
melakukan fungsi yang serupa dalam hal membantu penyerapan kalsium. Bedanya,
pria tidak pernah mencapai usia tertentu dimana testis berhenti memproduksi
testosteron. Dengan demikian, pria tidak begitu mudah/ beresiko kecil mengalami
osteoporosis dibanding wanita.
Selain estrogen, berbagai faktor
yang lain juga dapat mempengaruhi derajat kecepatan hilangnya massa tulang.
Salah satu hal yang utama adalah kandungan kalsium di dalam makanan kita.
Masalahnya, semakin usia kita bertambah, kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium
dari makanan juga berkurang.
Beberapa klasifikasi etiologi dari
Osteoporosis:
1.
Faktor
genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai
contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih
kuat/berat dari pacia bangsa kulit putuh
Kaukasia.
Jadi seseorang yang mempunyai tulang kuat
(terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun/tahan terhadap
fraktur karena osteoporosis.
2.
Faktor
mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban
akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang
besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai
adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau
tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama,
poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa.
Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis
yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg
faktor genetik.
3.
Faktor
makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan
hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan
mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian
makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.
4.
Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang
peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan
bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan
nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya
baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya.
Pada wanita dalam masa menopause
keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang
serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang
negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
5.
Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan
massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino
yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi
kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif.
6.
Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari
dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal
ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan
dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
7.
Rokok dan
kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah
banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila
disertai masukan kalsium yang rendah.
Mekanisme pengaruh merokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak
ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
8.
Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini
merupakan masalah yang sering ditemukan.I ndividu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan
masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
a.
Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang
berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat.
Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal
ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun
pertama setelah menopause.
b.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat
dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan
antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas)
dan pembentukan tulang baru (osteoblast).
Senilis berati
bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi
pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita
sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
c.
Kurang dari 5%
penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan oleh
keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal
ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal)
serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon
tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk
keadaan ini.
d.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis
osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang.
G.
Manifestasi
Klinis
1.
Nyeri dengan
atau tanpa fraktur yang nyata.
2.
Rasa sakit oleh karena adanya
fraktur pada anggota gerak
3.
Nyeri timbul mendadak.
4.
Sakit hebat dan
terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian
tubuh yang sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra.
5.
Nyeri berkurang
pada saat istirahat di tempat tidur.
6.
Nyeri ringan
pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas atau karena suatu pergerakan yang salah.
7.
Deformitas
vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan, Hal ini terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang
asimtomatis pada vertebra.
Tulang Lainnya bisa patah, yang
sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu
patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain itu, yang
juga sering terjadi karena adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya
dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles, Pada penderita
osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami secara perlahan.
H.
Patofisiologi
Dalam keadaan normal, pada tulang
kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang berjalan secara terus
menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses
pembentukan tulang (remodeling). Setiap
perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar
daripada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang
dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang,
sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan tulang akan sampai pada periode
yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses
penambahan kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada bagian
korteks. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia kuarang
lebih antara 30-45 tahun untuk tulang bagian korteks dan mungkin keadaan serupa
akan terjadi lebih dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara
45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami proses penipisan tulang
bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula
akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita, proses
berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada
wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria
seusia wanita menopause massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%,
sedang pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan
massa tulang ini berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu
dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang tersebut lebih cepat terjadi pada
bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal, kolum femoris serta korpus
vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya: tulang paha bagian
tengah, tibia dan panggul, mengalami proses tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses
pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan
terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara
anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai
apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga
tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan
mengakibatkan terjadinya fraktur. Saat-saat inilah merupakan masalah bagi para
klinisi.
Bagian-bagian tubuh yang sering
mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian prosimal
dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai
sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijuumpai adalah
osteoporosis oleh karena bertambahnya usia.
I.
Komplikasi
1.
Fraktur pangkal paha, pergelangan
tangan, kolumna vertebralis dan panggul.
2.
Hospitalisasi, penempatan di nursing
home dan penurunan kemampuan untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dapat
terjadi setelah fraktur osteoporosis.
J.
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Pemeriksaan
radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang
vertebra yang memberikan gambaran picture-frame
vertebra.
2.
Pemeriksaan
densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai
densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai
BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami
osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara
-2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
a.
Single-Photon
Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah
guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk
bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal seperti distal
radius dan kalkaneus.
b.
Dual-Photon
Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber
energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna
mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai
untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri
komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
c.
Quantitative
Computer Tomography (QCT)
Merupakan
densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara
volimetrik.
3.
Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan
menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
4.
Magnetic
Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu
pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas
jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
5.
Biopsi tulang
dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan
metabolisme tulang.
6.
Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun
yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra
biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya
trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebra menyebabkan
penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
7.
CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai
nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas
110 mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau
penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
8.
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Kadar Ca, P,
Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.
Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT
meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c.
Kadar 1,25-(OH)2-D3
absorbsi Ca menurun.
d.
Eksresi fosfat
dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
K. Pemeriksaan Penunjang
1.
Penilaian massa tulang.
2.
Pemeriksaan Radiomorfometri
vertebra.
3.
Pemeriksaan Radiomorfologi Pelvis.
4.
Pemeriksaan Radiomorfologi
Metakarfal.
L.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bertujuan untuk
meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama yang menderita
osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang
mencukupi.
Wanita pascamenopause yang menderita
osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan
progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan
penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
1.
Terapi hormon pengganti bagi
osteoporosis
Terapi hormon pengganti di pakai
untuk pengobatan dengan estrogen dengan progesteron di buat oleh indung telur
dan jumlahnya menurun selama menupause. Estrogen yang di gunakan dalam THP
adalah estrogen alami sedangkan yang dipakai untuk kontrasepsi adalah sintetik
dan lebih kuat. Karena progesteron alami sulit di berikan lewat oral (terurai
dalam saluran pencernaan) dan mempunyai efek samping, bentuk sintesis yang di
bentuk di gunakan dalam THP. Jika THP gabungan di berikan progesteron biasa di
berikan selama 10-14 hari dari siklus 28 hari dan estrogen selama 21-28 hari
2.
Terapi non-hormonal bagi
osteoporosis
a.
Bisfosfonat
Golongan obat sintesis untuk terapi
osteoporosis. Efek utamanya untuk menonaktifkan sel-sel penghancur tulang
sehingga penurunan masa tulang dapat di cegah
b.
Etidronat
Adalah preparat bisfosfonat pertama
yang di gunakan untuk mengatasi osteoporosis. Preparat ini diberikan dalam
siklus 90 hari bersama kalsium dalam bentuk didronel PMO.
c.
Alendronat
Alendronat jarang menimbulkan efek
samping,namun bisa timbul diare,rasa sakit dan kembung pada perut dan gangguan
pada tenggorokan atau esofagus.tablet alendronat harus diminum dengan benar
sesuai ketentuan untuk menekan risiko gangguan tenggorokan.
d.
Vitamin D
Vitamin D sangat penting untuk kesehatan
tulang.vitamin D meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus sehingga cukup
tersedia kalsium untuk tulang.terdapat dua bentuk vitamin D dengan efek yang
sama atau serupa yaitu D3 yang dibuat dalam kulit saat terkena sinar matahari
dan vitamin D2 yang dioeroleh dari makanan.vitamin D bisa diberikan peroral
atau suntikan.dalam bentuk tablet dosis yang dianjurkan adalah 800
international units perhari.
e.
Kalsitriol
Kalsitriol terbukti mencegah
hilangnya massa tulang dan mengurangi resiko patah tulang belakang,diberikan
dalam bentuk tablet dengan dosis 0,25 mg perhari.daya kerjanya yang kuat
mungkin menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah dan urin.
M.
Pencegahan
Ada beberapa langkah pencegahan :
1.
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah
yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang
maksimal (sekitar umur 30 tahun).
2.
Konsumsi vitamin D (lewat makanan
kaya vitamin D)
3.
Olah raga beban (misalnya berjalan
dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang.
4.
Estrogen membantu mempertahankan
kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron.
Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause;
tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa
memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang.
Raloksifen merupakan obat menyerupai
estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam
mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau
rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa
digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.
Asuhan
Keperawatan Pada Osteoporosis
Masalah keperawatan yang terjadi
pada klien osteoporosis:
1. Nyeri b/d dampak sekunder dari fraktur vertebra.
2. Hambatan mobilitas fisik b/d disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurang perawatan diri b/d keletihan atau gangguan gerak.
5. Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergangtungan fisik
serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi.
6. Ketidakefektifan koping b/d gaya hidup atau perubahan peramn
yang aktual atau dirasakan.
7. Defisiensi pengetahuan b/d salah persepsi atau kurang
informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.EGC, 2008
Syaifuddin. ANATOMI FISIOLOGI untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2006
http://journals.lww.com/smajournalonline/Pages/collectiondetails.aspx?TopicalCollectionId=5
http://www.scribd.com/doc/16799605/Osteoporosis
Googlesbook.sistemmuskuloskeletal
http://marhenyantoz.wordpress.com/2011/03/27/osteoporosis/
www.mediastore.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar